Jadi mulailah kami berhemat sejak bulan September 2014, segala hal kurang penting sebisa mungkin di-postponed. Tapi tetep ya.. Kita aktif nonton di bioskop bulan2 itu *nyandar di pojok ruangan*. Alhamdulillah, Allah ngasih banyak jalan utk mengalirkan rizki ke kantong2 kamih. Dan persiapan perjalanan ini diawali dengan membeli tiket KA Matarmaja seharga Rp 65.000/orang.
Perjalanan Ini Sempat Ingin Dibatalkan
Semangat saya dengan perjalanan ini naik turun seperti gabungan kurva sin-cos-tan. Dan di pertengahan bulan Oktober, saya tiba2 ingin perjalanan ini dibatalkan sama Allah meski saya ttp mempersiapkan segalanya: olahraga, makan, ngecek tekanan darah (yg masih hipotensiii…), juga searching2 (nyari pinjeman) peralatan macam sarung tangan, keril, dll.Saya ingin Allah membatalkan perjalanan ini dengan apa yang saya ingin (bingung kan? Sama…). Saya gak merasa rugi sama sekali jika apa yg saya harap tadi dikabulkan sama Allah. Soal uang tiket dan hal lain yang sudah dibeli? Tidak masalah, nanti juga bisa nyari lagi. Rezeki selalu ada sampai napas dicabut sama Allah kan?
Hingga sampailah di H-7, harapan saya yang tiba2 muncul itu tidak memberikan tanda2 akan dikabulkan, haha. Pada saat itu pula tabungan utk ke sana sudah cukup. Kami lgsg ngebut beli barang2 di H-2 dan H-1.
Hingga sampailah di H-7, harapan saya yang tiba2 muncul itu tidak memberikan tanda2 akan dikabulkan, haha. Pada saat itu pula tabungan utk ke sana sudah cukup. Kami lgsg ngebut beli barang2 di H-2 dan H-1.
Oya, dengan rezeki yang kami punya, kami juga bisa beli tiket pesawat untuk pulang ke Bandung. Pertimbangannya adalah karena sepertinya saya nggak sanggup kalau harus naik kereta lagi buat pulang ke Bandung. LOL.
Perjalanan Dengan Kereta Matarmaja, Dari Stasiun Senen Ke Stasiun Malang
Hari H perjalanan, Kamis, 20 November 2014.
Hari itu Jakarta kebanjiran (lagi), alhamdulillah perjalanan saya di sore hari ke Stasiun Senen lancar jaya bak jalan tol. Kekhawatiran saya bahwa jalan akan semacet tadi pagi tidak terbukti sama sekali. Sesampainya saya di ruang tunggu, di sana belasan ransel sudah bertumpuk di pojok ruangan. Sekitar jam 3 kami berbondong2 masuk ke pintu yg ada tulisan “Matarmaja”nya.
Hari itu Jakarta kebanjiran (lagi), alhamdulillah perjalanan saya di sore hari ke Stasiun Senen lancar jaya bak jalan tol. Kekhawatiran saya bahwa jalan akan semacet tadi pagi tidak terbukti sama sekali. Sesampainya saya di ruang tunggu, di sana belasan ransel sudah bertumpuk di pojok ruangan. Sekitar jam 3 kami berbondong2 masuk ke pintu yg ada tulisan “Matarmaja”nya.
Oiya, H-3 perjalanan, saya kehilangan KTP beserta kartu lainnya: ATM, beberapa ratus ribu, dan lain-lain. Alhamdulillah saya punya identitas lain berupa paspor, jadi saya bisa masuk tanpa kesulitan apa2. Ternyata bikin paspor itu memberi manfaat di saat2 beginih *ketjup mesra paspor yg belum ada stempelnya.
Tragedi AADC Di Stasiun Senen
Peserta Camping Di Ranu Kumbolo
Peserta “rihlah” inih ada sekitar 39 orang yg terdiri dari berbagai macam usia dan berasal dari beberapa kota: Jakarta, Bogor, Medan, Yogya, Bandung, Jatim. Selain rombongan Jatim, semua peserta yang jumlahnya 27 orang berkumpul di Stasiun Senen.Tragedi AADC Di Stasiun Senen
Sekitar 10 menit sebelum kereta jalan. Ada 3 orang yang belum keliatan batang hidungnya, yaitu Mbak Tyarin, suaminya, dan sepupunya (eh, apa adeknya yak? Lupa sayah :D). Saya waktu itu ikut bantu menghubungi Mbak Tyarin karena khawatir mereka ketinggalan kereta. Saat berhasil ditelpon, katanya sih mereka bentar lagi nyampe tapi jalanan macet.
Beberapa saat kemudian terjadi keributan di luar kereta. Seketika saya liat dari jendela (yang tentu saja sudah dipenuhi oleh peserta lain yg ikutan curious sama kejadian di luar) dan dari kejauhan terlihat Mbak Tyarin dan rombongan kecilnya lari tergopoh-gopoh ke kereta. Kang Dudi, salah satu dari kami yang gercep, ikut membantu membawakan keril agar rombongan itu bisa berlari lebih cepat karena kereta sudah mulai bergerak menjauhi Stasiun Senen.
Alhamdulillah 3 orang itu sampai di kereta dengan selamat sentausa. Setelah nafas normal, mbak Tyarin bilang ke saya
“Tadi tuh udah hampir mau nangis waktu di taksi…”
I feel her lah ya.. karena dulu pernah mengalami hal yg mirip waktu di Surabaya.
Perjalanan kereta ini adalah yg paling lama dan paling panas yg pernah saya rasakan. Tapi dalam kondisi seperti saat itu, semua kesusahan terasa sangat menyenangkan karena saya gak sendirian, ada 26 orang lain yg merasakan hal yg sama. Toh nyatanya saya bisa tidur juga di kursi ekonomi itu.
Perjalanan kereta ini adalah yg paling lama dan paling panas yg pernah saya rasakan. Tapi dalam kondisi seperti saat itu, semua kesusahan terasa sangat menyenangkan karena saya gak sendirian, ada 26 orang lain yg merasakan hal yg sama. Toh nyatanya saya bisa tidur juga di kursi ekonomi itu.
Saya justru kasian dengan suami karena doi tidak suka naik kereta ekonomi. Setiap kali jalan-jalan, suami pasti milih kereta eksekutif. Makanya, waktu suami pingin tiduran di pangkuan saya, saya setuju2 aja.
Sampai Di Stasiun Malang
Hari Jumat, 21 November 2014 pukul 08.01 WIB
Kereta tua itu akhirnya bersandar juga di stasiun Malang. Kami semua berkumpul di sekitar toilet di dalam stasiun utk membersihkan diri. Namun apa daya, airnya ternyata mati, saudara-saudara… akhirnya kami mencukupkan diri dengan tisu basah utk mengelap wajah, tangan, dan bagian tubuh lain.
Kereta tua itu akhirnya bersandar juga di stasiun Malang. Kami semua berkumpul di sekitar toilet di dalam stasiun utk membersihkan diri. Namun apa daya, airnya ternyata mati, saudara-saudara… akhirnya kami mencukupkan diri dengan tisu basah utk mengelap wajah, tangan, dan bagian tubuh lain.
Tapii… ternyata Allah ada bersama saya: air tiba2 mengalir lagi waktu saya masuk ke toilet untuk buang air kecil. Voila.. saya mendapatkan kesempatan emas untuk membersihkan wajah dan gigi dengan lebih paripurna.
Dari Stasiun Senen Ke Desa Tumpang
bongkar muat ransel di angkot |
Sekitar jam 9 kami bertolak dari Stasiun Malang ke Tumpang menggunakan 3 angkot. Seluruh keril ditumpuk di atap angkot. Angkot terlihat sangat semarak banget dengan warna-warni ransel. Saya tidak ingat berapa lama yang dibutuhkan untuk sampai di sana.
Kami turun di depan Indomaret Tumpang untuk menunggu mobil jeep yang akan membawa kami ke Ranu Pani. Sambil menanti, kami leyeh-leyeh sebentar sambil ngemil cantik di teras Indomaret.
Tumpang, November 2014
Posting Komentar
Posting Komentar