Pengalaman Makan-Makan Saat Berkemah Di Ranu Kumbolo
Menyoal makan. Dalam perjalanan ini, kami diwajibkan bawa makanan utk pribadi maupun kelompok. Nah, saya 1 kelompok dengan Mbak Nur dan Mbak Chana.
- 2 plastik rendang
- Bistik,
- 2 plastik ayam goreng
- Chicken stick
- Mie instant,
- Kering tempe,
- 3 plastik rawon
“Tau gini gue gak usah bawa apa2 kemari. Haha” bisik saya dalam hati.
Makanan asli dari Medan dan dari supermarket campur aduk di sini |
hasil karya sayah: nasi matang sempurna |
Makanan yg tinggal goreng2 dan dihangatkan saja sangat mempercepat proses persiapan untuk makan. Setiap kali kelompok kami buka lapak buat makan, kami mengundang semua orang agar makanan yang ada lebih cepat habis. Tapi tetep saja, sampai hari terakhir, makanan tidak bisa habis. Haha.
Sisa makanan yang kebanyakan adalah makanan kaleng dan makanan siap saji kami berikan ke bapak-bapak yang menjaga warung di Ranu Kumbolo.
Warung Serba Ada Di Ranu Kumbolo
Jadi ya gaes... di Ranu Kumbolo itu ada warung serba ada!
Warung ini terletak tepat di salah satu sisi Ranu Kumbolo dan dikelilingi oleh tenda-tenda para pendaki. Warung ini juga sudah cukup lama berdiri dan dijaga oleh bapak-bapak yang mungkin berasal dari Desa Ranu Pani.
Warung di Ranu Kumbolo ini menyediakan nasi hangat, teh panas, bahkan bakso!
Wow banget kan... berasa lagi
piknik! Eh saya dan teman-teman memang lagi piknik sih, hehe.
Warung segala ada |
- Air mineral 600 ml: Rp15.000
- Air mineral 1,5 Lt 25.000
- Bakso Rp15.000 (rasanya lumayan dan porsinya banyak!),
- Teh panas Rp5.000
Menikmati Embun Pagi Di Tanjakan Cinta Hari Kedua
- Jaket dua lapis (mantel dilapis jaket tebal),
- Kaos kaki dobel plus sandal gunung,
- sarung tangan bahan polar, dan
- Kupluk.
tidak ada sunrise pagi itu |
Ternyata tidak hanya saya yang pagi-pagi membawa kamera ke atas, ada beberapa orang -yang seluruhnya adalah laki-laki- yang juga nongkrong seperti saya. Mereka sepertinya ingin menyaksikan Ranu Kumbolo dari sisi yang lain. Seperti saya.
To be honest, saya sangat menikmati momen sendiri saya di suasana yang hening pagi itu. Saya yang introvert ini seperti di-recharge jiwanya. Benar-benar menyenangkan!
Setelah cukup puas duduk di tanjakan cinta, saya kembali ke kemah. Saat itu saya mengisi perut dengan jahe panas untuk memberi kehangatan ke tubuh yg sudah kedinginan sejak satu jam yg lalu. Saya kemudian membawa 2 botol besar bekas air mineral untuk diisi dengan air danau. Air itu nanti dipakai untuk perbekalan minum saat pulang.
Air dari Danau Ranu Kumbolo rasanya memang agak berbeda dengan air kemasan, tapi insyaallah sehat kok.
Mengelilingi Ranu Kumbolo
Tak lama kemudian saya mengikuti mereka untuk mengelilingi Ranu Kumbolo pagi itu. Mungkin semacam perjalanan perpisahan untuk danau itu.
Ranu Kumbolo dari sisi lain |
Persiapan Pulang
Setelah kami selesai keliling danau selama kurang lebih 1,5 jam. Kami mendapati bahwa seluruh peserta sudah selesai packing sedangkan kami masih kedinginan, lapar, dan belum memasukkan benda apapun ke keril kami masing2.
Saya langsung berlarian ke tenda, memasukkan semua benda ke keril lalu bergegas ke tenda suami. Saya harus konsolidasi sama suami karena rencananya kami akan menggunakan porter untuk perjalanan pulang kali ini.
Terpaksa Menggunakan Jasa Porter Di Semeru
Kami sama-sama paham bahwa jika memaksakan utk membopong keril ketika pulang akan berefek kurang baik bagi kondisi fisik. Jadi, keril merah suami dipenuhi dengan semua barang dan diserahkan ke porter.
Biaya porter: Rp 150.000,-
Kami hanya menyisakan beberapa barang di dalam keril yang akan kami bawa bergantian.
- sleeping bag yg ringan,
- jas hujan (krn kita tidak tau akan turun hujan atau tidak ketika kami pulang nanti),
- air minum,
- makanan ringan, dan
- tentu saja kamera.
Rencananya: saya
membawa keril dari Ranu Kumbolo sampai pos 3, selebihnya akan dibawa sama suami.
Setelah
packing, kami sebenarnya sudah diburu2 untuk segera pulang. Tapi saya
sempatkan dulu untuk masak mie instan sekedar utk mengisi perut buat
saya dan si kakak. Saya tidak mau ambil resiko kelaparan di jalan lalu pingsan. Setelah makan dengan begitu cepat dan
tangkas… kami buru2 bergabung dengan rombongan utk pulang.
Kadang, “pulang” tidak selalu bermakna bahagia ya… :’)
Tanjakan cinta untuk terakhir kalinya |
Perjalanan Pulang
Kami pulang dengan menyusuri danau sebelah kiri, yg ternyata tracknya landai dan tidak perlu naik turun seperti yg kami lalui malam kemarin. Perjalanan juga lebih ceria karena pundak2 kami tidak dibebani keril yg sangat berat seperti sebelumnya.
Meski memang ada yang terasa berat… karena ada sepenggal hati yang tertinggal di antara heningnya perkemahan di tepian telaga para pengembara.
Saat sampai di Pos 4, Kami agak berlama2 di sana karena ingin melihat danau terakhir kalinya waktu itu. Sedih ya sekarang klo dipikir2, hehe. :D.
Di perjalanan pulang saya lebih banyak berdua bareng suami. Mungkin karena air minumnya cuman ada 1 botol besar utk berdua. Jadi mau gak mau kami harus bersama, wkwk.
Sampai di pos 3, kami disambut dengan bapak penjual gorengan dan buah. Saya membeli 2 pisang seharga Rp 5.000,- (yg dua2nya utk suami) dan sebotol air mineral 600 ml seharga Rp10.000,-. Menurut saya harga segitu adala harga yg layak, malah sangat murah mengingat tekanan ekonomi mereka juga berat serta… gak mudah lho untuk pedagang jalan kaki 3-4 jam ke setiap pos tiap pagi.
Alhamdulillah, perjalanan pulang lancar tanpa kendala. Tidak ada yg kena hipotermi lagi. Hehe.
Pulang Ke Bandung
Sebelum pulang ke tujuan masing2, kami bermalam di Rumah Pakde Ikmal di Tumpang. Di malam hari, kami makan malam dengan lontong kupat telur khas Malang yg nagih banget rasanya! Klo gak malu, saya pingin nambaahhh… :)).
Di pagi hari kami pulang ke Bandung dengan pesawat. Terima kasih kepada Pakde Ikmal yang telah berepot2 ria mengantarkan kami ke terminal bis..
Terima kasih ya Ranu Kumbolo atas kenangannya yang indah <3.
November 2014
Posting Komentar
Posting Komentar