Gerbang Kabupaten Pringsewu, Lampung |
Touring Motor Bandung-Lampung.
4 Januari 2014. Jam 6 pagi kami udah mandi dan makan nasi goreng dan teh manis. Tidak lupa
suami minum habbatussauda yang sebenernya agak kesiram sama
minyak kayu putih. Hahaha.
Jadi ceritanya, waktu kemarin kita mampir buat sholat jumat di dekat gerbang bambu khas Kab. Pringsewu,
kita baru tau klo minyak kayu putih yang kita simpen di salah satu tas tumpah
ruah dan habis di jalan. Basahlah semua isi kantong tas itu: dompet (cuman
sebagian sih), dan habbatussauda yang kami simpan di plastik.
Waktu itu saya
langsung mikir: ini ngerembes ke dalem plastic ga ya?
Kayaknya iya deh karena
gulungan plastiknya udah penuh sama minyak kayu putih, heuheu.
Akhirnya hari Sabtu pagi, saya mengeluarkan semua kapsul habbatussauda dan mengelapnya dengan tisu dan diminum suami. Saya sih ga minum, hehe.
Sekitar jam setengah 9 pagi, kami pamit untuk pulang ke Bandung dan bergegas menuju Bakauheni kembali.
Sekitar jam setengah 9 pagi, kami pamit untuk pulang ke Bandung dan bergegas menuju Bakauheni kembali.
Perjalanan Pulang Dari Lampung Ke Bandung
Saat kami melewati jalur lintas Sumatera menuju Bakauheni, gerimis mulai
turun. Saya yang bawa kamera DSLR di dalam tas, langsung ngelepas syal di gulungan
leher dan dipakai utk melindungi tas kecil itu. Kami waktu itu belum make jas
hujan karena baru gerimis.
Di jalanan ini lah terjadi insiden yang mengubah arus kas bulan Januari
Jalur lintas Sumatera saat itu tidak terlalu padat. Jalanan hanya dipenuhi truk dan bus yg mau menyebrang ke Pulau Jawa. Kondisi jalanan juga lumayan bagus, bahkan jauh lebih bagus jika dibandingkan dengan tetangga seberangnya: Banten. Meski memang jalanan di Lampung ini memiliki lubang di berbagai tempat dengan ukuran bervariasi. Karena kondisinya saat itu hujan lumayan besar, banyak lubang yang terisi air hujan dan tidak terlihat dari jauh.Ketika itu suami mengendarai kecepatan yang cukup tinggi, tapi ga sampai 70km/jam dan melibas salah satu lubang
yg cukup besar itu.
“Allohu akbar…” teriak suami saya itu.
Motor
direm mendadak dan kami serentak melihat ke belakang.
Saya dan suami melihat box hitam, yang tadinya terpasang rapi di bagian belakang motor dengan bracket, melayang sekitar 5 meter
dengan gerakan slow motion dan terlempar ke bahu jalan.
Wow!!
Saya dan kakak diem dan saling pandang.
Saya bergegas turun dari motor dan berlari ke arah box bermerek givi itu. Alhamdulillah, box ini jatuh di pinggir jalan dan nyungsruk ke bagian bawah jalan aspal.
Saya bergegas turun dari motor dan berlari ke arah box bermerek givi itu. Alhamdulillah, box ini jatuh di pinggir jalan dan nyungsruk ke bagian bawah jalan aspal.
Saya nggak bisa bayangin kalau box itu melayang dan jatuh di tengah jalan raya. Karena hal itu bisa jadi pemicu kecelakaan beruntun yang melibatkan truk, fuso, mobil, dan
motor yang melintas di jalan lintas Sumatera.
Sebelum saya mengambil box, saya juga harus menyelamatkan beberapa
irisan ban bekas yang dipakai sebagai bantalan box agar tidak gampang terguncang di
jalan. Usaha evakuasi box dan bantalannya sungguh merupakan hal dramatis.
Setelah dicek, box itu ternyata putus bagian penguncinya karena lonjakan saat motor melewati lubang besar tadi.
Setelah dicek, box itu ternyata putus bagian penguncinya karena lonjakan saat motor melewati lubang besar tadi.
“Yaudah, berarti udah ga bisa dipake boxnya.” kata suami saya.
“Kakak, maap ya…” padahal ya bukan salah gue juga sih dan bukan salah siapa2.
“Ya gapapa. Berarti dia memang harus diistirahatkan. Setelah 3 tahun menemani..” Kata si kakak sambil menepuk box.
“Kakak, maap ya…” padahal ya bukan salah gue juga sih dan bukan salah siapa2.
“Ya gapapa. Berarti dia memang harus diistirahatkan. Setelah 3 tahun menemani..” Kata si kakak sambil menepuk box.
Karena kejadian ini kami harus mencari pengganti box. Ternyata... box itu mahal harganya. Kami harus mengeluarkan uang hampir Rp1.000.000,- untuk penggantinya.
Tali Rafia, pengunci box motor |
Karena kami ga punya peralatan utk memasang kembali si boxnya, maka saya
harus memangku si box yg berat banget itu di boncengan motor di belakang suami. Kami mampir dulu di tempat oleh-oleh buat minta belas kasihan kepada
pemiliknya utk memberikan kami tali rafia. Alhamdulillah, penjaga tokonya sangat baik dan memberikan kami cukup banyak tali rafia. Bagasi berbentuk box itu ditali erat-erat di belakang motor. Dan alhamdulillah, sampai Tangerang
box itu masih ada di tempatnya, hehe.
Kami di Tangerang menginap dulu di rumah salah seorang kawan baik si kakak dan saya juga kenal dengan mereka karena satu komunitas fotografi. Adalah keluarga hilal dan ima beserta adlan dan calon adeknya si adlan. Terima kasih atas tumpangan dan sajiannya ya. Sungguh sangat berharga bagi kami yang musafir dan pengelana ini. :’)
Kami di Tangerang menginap dulu di rumah salah seorang kawan baik si kakak dan saya juga kenal dengan mereka karena satu komunitas fotografi. Adalah keluarga hilal dan ima beserta adlan dan calon adeknya si adlan. Terima kasih atas tumpangan dan sajiannya ya. Sungguh sangat berharga bagi kami yang musafir dan pengelana ini. :’)
Perjalanan Dari Tangerang Ke Bandung
5 januari 2014
Kami berangkat dari Tangerang sekitar jam 9 lewat. Tak lupa box-nya kembali diperbaharui ikatannya karena perjalanan ke Bandung masih cukup panjang.
Kami berangkat dari Tangerang sekitar jam 9 lewat. Tak lupa box-nya kembali diperbaharui ikatannya karena perjalanan ke Bandung masih cukup panjang.
Secara garis besar, rutenya kurang lebih sama : ke Puncak-Cisarua-Cimahi-Bandung.Hari minggu dan puncak = macet. Perjalanan Bandung-Lampung-Bogor = capek.
Saat menuju puncak, badan saya udah capek dan dada masih terasa sakit karena
angin. Selain mati gaya di atas motor, manuver posisi duduk udah stuck, dan
punggung yang sangat butuh sandaran, kaki saya mulai kaku dan menuju kram.
Waktu itu rasanya pengen banget istirahat dan merebahkan diri di lantai.
Di rerumputan, di atas semen, rumput, bambu, apapun itu. Terserah.
Akhirnya di puncak pass kami istirahat di salah satu saung. Suami duluan yang rebahan, abis itu baru saya.
Subhanallah, rebahan doang rasanya kayak surga. Beneran. Sumpah.
Puncak Pass |
Kami lalu melanjutkan perjalanan sekitar jam setengah 2 siang. Ternyata istirahat di puncak benar-benar tidak cukup untuk pemulihan badan.
Di jalur Cipatat-Bandung (klo ke rumah masih sekitar 1 jam lagi), kami istirahat lagi di
tempat jualan es kelapa. Di situ, saya benar-benar ngegoler di atas dipan kayu dan masih lengkap dengan jas hujan karena sempat hujan deras di
sekitar Cianjur.
Rasanya? Nikmat luar biasa…
beneran.
Setelah lamaaa… di sana, kami lanjut lagi touring untuk pulang ke rumah. Kami sampai di garasi
rumah jam 5.15 sore.
Maha suci Dia yang menyelamatkan kami berdua.
Pelajaran moral touring bandung-lampung-bandung
- Persiapan baju harus maksimal. Minimal 3 lapis baju, klo mau 2 lapis aja, pastikan memakai rompi pelindung dada
- Pastikan touring ke lampung bukan untuk penghematan. Dan pastikan untuk have fun karena hobi atau memuaskan ambisi. Karena terbukti ada banyak pengeluaran tak terduga yg bikin nyesek klo tujuannya cuman bwt hemat
- Buat yg perempuan: pastikan bersama suami.
- Yang dibonceng belum tentu tidak lebih capek dari yang mbonceng.
- Suplemen ga boleh ketinggalan
- Berbekamlah setelah touring.
Bandung, Januari 2014
Posting Komentar
Posting Komentar