tari gandrung |
Setelah ngos-ngosan dari kawah Ijen, kami semuanya ke Masjid terdekat untuk bersih-bersih, istirahat sejenak dan makan. Awalnya kami akan langsung ke Baluran, tapi karena sudah terlalu siang (dan panas) jadi diputuskan kami mengunjungi Kampung Osing, suku asli Banyuwangi. Setelah berpetualang di pantai dan gunung serta serba-serbi kehidupan di kota, tak ada salahnya untuk mengintip Budaya di kota itu :D.
Siapa Itu Suku Osing?
“Suku Osing ini adalah orang-orang dari Kerajaan Majapahit yang tinggal di Banyuwangi dan tidak ikut pindah ke Bali” kata teman saya waktu kami telah sampai di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Saya manggut-manggut berlagak ngerti.
Ini adalah secuil cerita ketika singgah sebentar di Suku Osing.
Tari Gandrung
Kami saat itu disambut oleh para penduduk Desa Kemiren yang mengenakan pakaian khas suku mereka. Kami lalu dipersilakan untuk duduk di Aula yang telah disediakan dan tak lama kemudian 4 orang dengan pakaian serba dengan dominasi warna cerah menyuguhkan tarian khas Banyuwangi yaitu Tari Gandrung.
Kalau di event
tahunan, Tari Gandrung ini dibawakan oleh 1000 orang. Event ini katanya
terkenal sekali, banyak banget yg dateng mau liat dan motret.
Yang
menjadi penggerak pelestarian budaya di desa ini ternyata adalah pemuda
yang tergabung di Karang Taruna. Saya kagum banget dengan mereka.
Hari gini kan gak banyak Karang Taruna yang produktif dan bisa
memberikan kontribusi buat desa mereka. Iya nggak sih? Atau saya yg
kurang gaul? :p.
Pelestarian Tari Gandrung ini pun dilakukan oleh mereka
yaitu dengan mengajari anak-anak usia PAUD untuk menari. Keberhasilan
program mereka ini dibuktikan dengan tampilnya salah satu penari cilik
di hadapan kami yang saat itu masih mengenakan baju Masha & the bear
:D. kebolehan adik ini menari bisa dicek di foto aja ya.
Ngopi Sepuluh Ewu
Keunikan lain di kehidupan Suku Osing adalah sebuah tradisi yang bernama “Ngopi Sepuluh Ewu” Ngopi Sepuluh Ribu dalam Bahasa Indonesia. Menurut info dari penduduk, tradisi ngopi sepuluh ewu ini dilaksanakan di hari ke 2 idul fitri (atau idul adha ya? duh, saya lupa).
Ngopi Sepuluh Ewu ini berlangsung di rumah masing-masing penduduk di sana. Masih menurut bapak (yg saya lupa juga siapa namanya) yg sama, di setiap penduduk akan menyiapkan meja dan kursi di depan rumah masing-masing dan mempersilakan siapapun untuk bertamu dan ngopi bareng di depan rumah.
Khas di kampung banget ya....
Dulu bapak saya klo ngopi juga di depan rumah lho. Kalau misalnya ada tetangga yang kebetulan lagi lewat pasti diajak mampir dan mamak saya nyuguhin kopi buat tamu itu. Kalau lagi ada rejeki mamak juga sering gorengin pisang atau singkong.
Sejak tahun 2013 Ngopi Sepuluh Ewu ini diselenggarakan rutin per tahun dan satu bagian dari Festival Banyuwangi.
Kuliner Unik Suku Osing
Di sela-sela menikmati suguhan budaya. Kami juga mencicip kuliner khas sana.
Yang paling menarik buat saya adalah kombinasi tape dan ketan. Awalnya saya mengernyit aneh ketika mbak-mbak guidenya bilang untuk memakan 2 jenis makanan itu bersamaan.
Setelah sempat ragu, saya akhirnya mencuil sedikit ketan dan tape ketan putih yang terbungkus daun. Dengan mengucap bismillah saya memasukkan 2 jenis makanan itu ke mulut dan surprise… rasanya yang unik ini enak banget!
Tape yg super manis dan ketan yg gurih nan lembut banget ini lumer di lumut. Rasanya ngalah-ngalahin tiramisuuu #halah. Saya waktu itu langsung menyelamatkan 1 bungkus ketan dan tape dari jarahan teman-teman saya. Enak banget, suwer! Sayangnya makanan ini udah sold out ketika saya mau beli lagi di warung kecil di depan.
Doyan apa laper coba ini? haha.
Souvenir
Oleh-oleh yang bisa diboyong pulang cukup banyak: kopi, kaos oblong, gantungan kunci, slayer, dan oleh2 standar lainnya. Karena kami gak mau yg biasa2 aja, jadi kami waktu itu beli Udeng, tutup kepala khas suku Osing bagi laki-laki untuk dibawa pulang. Kalau tutup kepala untuk perempuan namanya Omprok. Harganya tidak sampai 30rb.
Kalau mau beli merchandise dengan koleksi yang lebih banyak, bisa mengunjungi toko Osing Deles. Tokonya enakeun, desain interiornya dan peletakan barang-barang dagangannya bagus jadi bikin betah yang dateng. Alamatnya cek aja di gugel ya, selain karena saya gak paham dan saya juga nggak lagi ngendorse toko itu hehe.
Setelah sholat maghrib di masjid kami bertolak pulang. Saking capeknya saya, saya langsung tertidur di elf dengan pinggang sakit pasca tracking ke Ijen. Karena udah gak kuat, pengen mandi keramasan dan bobok dengan nyaman, jadi saya maksa-maksa suami saya buat nyari hotel.
Posting Komentar
Posting Komentar